• Anakku Memukul Temannya??

    Ya... pengalaman ini baru – baru saja terjadi... anakku memukul temannya ketika jeda istirahat menjelang jam makan siang di lokasi sekolahnya. Untung ada gurunya, sehingga pertengkaran hanya sebentar dan tidak memberikan luka berat. Tapi jelas disini ada luka psikologis. Anakku terluka secara psikologisnya... karena dia yang jadi “tersedut” dan temannya pun terluka psikologisnya, karena dia sekarang takut masuk kelas.

    Beberapa dari kita pasti memiliki fase seperti ini... apakah anda juga ? mungkin anak anda yang memukul atau anak anada yang dipukul ? well...

    Pertanyaanya ... bagaimana sikap kita sebagai orangtua ketika menghadapi masalah ini ? marah kah ? menangis kah ? atau ikut menyudutkan anak kita...
    Inilah kesalahan yang sering kita alami sebagai orangtua...

    Bukan bermasksud menggurui sich... tapi sekadar berbagi tips berdasarkan pengalaman saja...
    Jika kita menjadi orangtua yang anaknya memukul maka ...

    Pertama, berikan jeda pada anak kita. Biarkan dia merenung dan istirahat sejenak. Dia pun pasti lelah. Terlebih lagi mungkin teman nya sudah menegurnya atau gurunya pun sudah menasehatinya. Jeda 10 -15 menit itu sudah cukup

    Kedua, cari tahu perasaannya. Ajaklah anak kita bicara. Mintalah dia mandi dulu, siapkan makanan atau minuman yang dia sukai. Ajaklah bicara sambil menikmatinya.. ingat ajak bicara... bukan menginterogasinya. Jika anak kita tidak mau bicara, tebaklah perasaanya. Missal dengan menanyakan , “capek ya...?”, “lelah ya...?”,  “sedang sedih ya ...?” atau “sedang sebel ya...?”. hingga kita mengetahui perasaannya.

    Ketiga, cari tahu alasannya. Kita bisa awali dengan cara menceritakan pengalaman masa kecil kita... lalu mintalah anak kita menceritakan pengalamannya yang barusan terjadi. Biasanya anak kita melakukan tindakan pemukulan terhadap temannya pasti ada penyebabnya.

    Penyebabnya bisa jadi karena :
    Dia belum terampil mencari solusi atas masalahnya.
    Cemburu atau jengkel terhadap seseorang yang kemudian terlibat pertengkaran dengannya.
    Mendapatkan perlakuan yang tidak adil (dimanfaatkan, selalu diremehkan).
    Meniru apa yang dilihat dan didengarnya (misalnya, semua orang di lingkungannya memang cenderung suka bertengkar).
    Egois atau materialistis (selalu menginginkan apa yang dimiliki oleh orang lain).
    Mudah marah, mudah frustasi, stres.
    Terlalu sensitif dan mudah tergoda cara yang salah.
    Terlalu kompetitif, takut kalah, atau perfeksionis. Pertengkaran biasanya terjadi ketika anak sedang berada dalam sebuah persaingan.
    Suka memerintah. Ingin menguasai, atau memonopoli perhatian.

    Keempat, Gantilah “kamu” dengan “saya”. Setelah kita tahu alasannya boleh kita memberinya nasehat. Tapi gantilah kata “kamu” dengan “saya”.  Yang kita koreksi adalah “perilakunya” bukan “orangnya” sehingga hal itu tidak melukai perasaan anak kita. Contohnya anak kita menendang temannya. Dia menendang karena kesal di ejek temannya. Kita bisa memberinya nasehat dengan kata “Ibu sakit kalau kakinya ditendang, Ibu lebih suka jika di ejek teman maka ibu mendoakannya”. Dari kalimat itu kita memberi tahu perasaan teman yang kakinya ditendang, dan memberikan arahan sebaiknya bagaimana jika di ejek

    Berbeda jika kita menggunakan kata “kamu apa tidak sakit jika ditendang? Sebaiknya kamu jika di ejek kammu mendoakannya”. Kalimat tersebut hendak memberikan pesan yang sama, namun cenderung lebih menyakitkan perasaan anak kita.

    Kelima, Ajarkan anak melihat sisi lain. Anak-anak sering terpaku pada sudut pandangnya sendiri sehingga tidak mampu melihat dari sudut pandang orang lain. Bimbinglah anak untuk menempatkan dirinya pada posisi orang lain. “Bagaimana perasaan temanmu?”.

    Keenam, berilah pilihan dan buatlah kesepakata. Berilah pilihan pada anak kita... Terkadang kita sebagai orangtua memaksakan hal yang kita pilih terhadap anak, sehingga anak merasa terpaksa menerima pilihan kita. Misalnya kita beri pilihan apakah dia mau berbaikan dengan temannya besok atau lusa... jika anak kita memilih lusa maka kita biarkan dulu... Biarkan anak kita menjalani pilihannya dan menanggung resikonya. Barulah esok hari kita berbicara lagi dengan anak kita tentang pilihannya.  Setelah anak kita membuat pilihan ajaklah dia membuat kesepakatan. Berikan pujian jika dia benar – benar melaksanakan janjinya itu.

    Yupp... Tidak ada sekolah orantua... itu memang benar.. Namun bukan berate kita orangtua tidak perlu belajar. Justru anak kita adalah yang memberikan banyak ilmu pada kita.

    Yang perlu kita yakini adalah... tidak ada anak itu sebagai PRODUK GAGAL. Yang ada hanyalah kita belum memahami kelebihannya saja.

    Semoga artikel ini bermanfaat.

    Penulis: B.K Wardhani
  • 0 comments:

    Posting Komentar

    Info PPDP Al-Ihsan

    Persyaratan Pendaftaran: Mengisi formulir pendaftaran, Fotocopy Akta Kelahiran, Fotocopy Kartu Keluarga, Pas Foto 3x4 (1 lembar), Membayar Biaya Pendaftaran: Rp.200.000,00
    Waktu Pendaftaran:
    Pendaftaran Gelombang Inden: September 2022
    Gelobang Istimewa: Oktober-Desember 2022
    Gelombang 1: Januari 2023
    Gelombang inden dan Istimewa akan mendapatkan potongan biaya istimewa

    Info terkait SDIT via WA:
    SDIT Al Ihsan :085803520660
    Ustz Fatonah : 085602632602

    Alamat

    Jl. Solo-Semarang KM. 10 Kalangan, Ngasem, Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah.

    EMAIL

    humas.sditalihsan@gmail.com
    another@mail.com

    TELEPHONE

    +62 85803520660
    +62 85602632602

    MOBILE

    +62 85803520660
    +62 85602632602